Trendingtopics.netnit.net-
Sekali lagi masyarakat dikagetkan oleh pernyataan seorang direktur BPJS
dengan menyatakan bahwa 71% pasien di Puskesmas diperiksa oleh dokter
dengan cara cuma dipegang pegang saja. Pernyataan itu sebetulnya bisa
mempunyai beragam makna, tetapi jika kita baca utuh statemen direktur
tersebut di media massa jelas dan terang benderang cenderung menyalahkan
dokter karena akibat hal itu angka rujukan dari puskesmas tinggi. Yang
pertama perlu saya sampaikan bahwa Puskesmas itu bisa saja mempunyai
satu atau dua dokter. Seorang dokter bisa melayani antara 50 sampai 100
pasien.
Jika seorang dokter memeriksa pasiennya selama 10 sampai 15 menit maka
waktu yang dibutuhkan adalah 500 menit sampai 1500 menit. Kalau kita
konversikan menjadi jam maka waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan
pasien dipuskesmas adalah antara 9 jam sampai 24 jam. Jika jam
pendaftaran dimulai jam 08.00 pagi dan mulai pemeriksaan jam 09.00 maka
pasien akan habis diperiksa setelah jam 18.00 sore atau jam 09.00 pagi
besoknya. Jika kita berasumsi ada dua orang dokter maka pasien akan
selesai jam 13.30 sampai 21.00 malam harinya.
Saya punya ilustrasi kejadian yang saya alami sendiri. Pada saat itu
sebagai kepala Puskesmas saya harus pergi rapat sehingga pemeriksaan
pasien saya serahkan kepada dokter kedua. Ada was was dihati saya memang
meninggalkannya, tetapi karena keperluan tersebut tidak bisa diwakili
maka akhirnya saya tinggalkan. Sesudah saya kembali jam 15.00 sore,
ternyata Puskesmas masih ramai dan saya langsung didatangi oleh petugas
bahwa masih ada pasien sekitar 30 orang lagi. Pemeriksaan akhirnya saya
bantu dan dapat selesai setelah sekitar 1 jam. Saya bicara dengan dokter
kedua persis seperti asumsi diatas bahwa jika seorang dokter memeriksa
selama 15 menit maka dalam 1 jam selesai 4 pasien dan dalam 6 jam baru
akan selesai sebanyak 24 pasien dan kebetulan hari itu ada 60 pasien.
Persis seperti prediksi saya.
Pemeriksaan apa yang dilakukan pada pasien? Apakah pegang pegang saja.
Mungkin Bapak Direktur BPJS tidak pernah memeriksa pasien sejak mulai
bertugas. Mungkin beliau begitu selesai langsung bertugas dimanajemen
sampai saat ini sehingga lupa. Ada 2 macam cara menegakkan diagnosa
yaitu anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa dilakukan dengan cara
berbicara dan mengambil informasi dari pasien. Tegasnya cuma ngobrol
ngobrol doang, dan menurut guru guru kami hal itu dapat menegakkan 60%
diagnosa. Selanjutnya adalah pemeriksaan fisik yaitu dengan cara
Inspeksi atau melihat lihat doang, Palpasi yaitu dengan memegang megang
doang, Perkusi yaitu dengan mengetok ngetok doang dan Auskultasi yaitu
dengan mendengar menggunakan stetoskop. Kemudian tegaklah diagnosa
klinis. Jadi jelas dengan cuma cuma bincang bincang saja dan cuma pegang
pegang saja akan tegak diagnosa.
Saya tidak tahu prosedur lain menegakkan diagnosa karena dimanapun
seorang dokter melakukan pemeriksaan pasti prosedurnya akan sama karena
itu prosedur yang berlaku universal. Saya jadi bingung SOP apa yang
beliau maksudkan. Untuk memastikan pemeriksaan diperlukan pemeriksaan
penunjang. Dipuskesmas ada labor sederhana untuk pemeriksaan
laboratorium sederhana dan juga ada mikroskop untuk pemeriksaan sputum
tetapi tidak semua puskesmas memilkinya dan pemeriksaan itu dilakukan
oleh tenaga khusus yang dilatih untuk hal itu dan nanti mereka melapor
kedokter tentang hasilnya. Pemeriksaan penunjang yang lain seperti
Rontgen,USG, CT Scan, MRA,MRI,Laboratorium Klinik dilakukan di rumah
sakit dan dilakukan oleh tenaga yang lebih terlatih. Puskesmas tidak
memilki alat itu. Lalu kenapa alat itu tidak ada di Puskesmas, karena
Puskesmas memang lebih banyak melakukan tugas promotif dan tugas seorang
Kepala Puskesmas lebih banyak melakukan hal ini. Pengobatan hanya satu
program dari puluhan program di Puskesmas. Tugas seorang dokter Kepala
Puskesmas malahan lebih banyak untuk hal ini demikian juga seorang
dokter puskesmas. Apakah alat tersebut diperlukan?, memang tidak
diperlukan karena tugas puskesmas sebagian besar bukan kuratif tetapi
preventif.
Seorang dokter puskesmas yang melakukan tugasnya dengan benar malahan
akan lebih banyak berada di desa ditengah komunitasnya. Seorang dokter
di puskesmas bukanlah seorang dokter praktek klinis, tetapi seorang
dokter yang bekerja dengan tugas lebih banyak ke pencegahan. Lucu
malahan kalau melihat seorang dokter dari pagi sampai sore duduk di
puskesmas menunggu pasien. Itulah yang kami lakukan di Puskesmas. Lalu
bagaimana dengan pasien yang banyak di puskesmas?. Seorang dokter akan
berbagi dengan perawatnya untuk kasus baru dan kasus berulang. Untuk
kasus baru harus ditangani dokter, untuk kasus tambah obat misalnya
pasien TBC bisa langsung ke petugas dan mungkin akan diperiksa dokter
setiap bulan saja.
Untuk pemeriksaan tensimeter dan suhu dilakukan petugas kecuali kalau
dokter merasa perlu melakukannya. Apakah keterangan saya ini valid?
tentu saja pertanyaan ini akan muncul.Mungkin perlu saya sampaikan bahwa
saya seorang dokter subspesialis yang bertugas saat ini di Rumah Sakit
Rujukan Nasional ,merangkak dari bawah memulai dari Puskesmas Terpencil
di Sumatera dan sebagian besar wilayahnya tak dapat ditempuh dengan
sepeda motor, hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Beberapa desa
hanya dapat ditempuh dengan perjalanan lebih 12 jam berjalan kaki.
Selama bertugas di Puskesmas pernah menjadi seorang Pimpinan Puskesmas
Berprestasi Tingkat Propinsi selama dua tahun berturut turut dan juga
seorang Dokter Teladan Propinsi dan beberapa bidan serta perawat kami
juga merupakan teladan propinsi, Posyandu kami saat itu juga merupakan
nomor satu di propinsi dan Puskesmas saya merupakan tiga besar Pusat
Pelayanan Percontohan tingkat Propinsi dibawah RSU Propinsi dan PDAM
Kotamadya di ibukota propinsi.
Apa yang saya sampaikan dalam tulisan ini bukanlah hal mengada ngada,
tetapi fakta yang terjadi di Puskesmas dan tentu saja seiring dengan
perjalanan waktu akan ada perbaikan. Tetapi kembali kita ke konsep
Puskesmas yang lebih mengedepankan Preventif, maka tentu tidak akan
banyak perubahan. Kembali ke Direktur BPJS tersebut. Saya heran kok bisa
dia yang menghakimi dokter dokter puskesmas di media massa. Tugas
evaluasi keilmuan seperti penelitian ada ranah untuk mengeksposenya.
Media massa bukanlah tempat untuk mengumbarnya.
Seorang dokter puskesmas hanya bisa dievaluasi oleh pimpinannya. Secara
nasional jika ada masalah yang berhak mengevaluasi adalah Kementerian
Kesehatan. Kementerian Kesehatan tahu benar tugas pokok dan fungsi
dokter dan petugas di puskesmas. Di daerah yang mengevaluasi adalah
Dinas Kesehatan dengan jajarannya. Saya melihat, bahwa hal ini dilandasi
arogansi yang berlebihan . Seorang Direktur BPJS dalam tugasnya merasa
bahwa bahwa dialah regulator, dialah evaluator sehingga keluar statemen
yang menikam para dokter tersebut . Saya heran dengan seorang pegiat dan
pendukung BPJS yang selalu menyatakan di media sosial seperti ini “
Jangan biarkan dan jangan paksa BPJS melakukan hal diluar ranahnya” .
Lho ini seperti menghujat Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan di
daerah karena tidak melakukan tugasnya sehingga tugas ini dilakukan oleh
BPJS . BPJS, berhentilah menuding dunia kedokteran dan kesehatan di
Indonesia. Pertanyaan yang kami lontarkan di Media Massa resmi dan di
Media Sosial saja tidak pernah anda jawab . Anda melakukan serangan
seperti babi buta, menyerang dokter dokter Indonesia tanpa tahu masalah
di Puskesmas. Saya melihat bahwa tujuan anda hanya satu saja, yaitu
menyatakan dan mengekspose bahwa Dokter Indonesia Tidak layak bekerja di
Puskesmas. Artinya anda menyalahkan Kementerian Pendidikan Nasional
sekarang Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi. Berhentilah
menyalahkan orang lain. Saya juga curiga jangan jangan nanti berikutnya
anda akan mengekspose, karena dokter Indonesia tak layak, maka sebaiknya
dokter luar negeri yang bekerja di Puskesmas. Saya punya usul,
bagaimana kalau anda diangkat sebagai Kepala Puskesmas didaerah
terpencil Kalimantan atau Papua sana mengelola Puskesmas dan setelah
satu tahun anda ekspose hasilnya dalam bentuk penelitian. Kami tunggu
Jakarta, 28 Maret 2016.
Dr.Patrianef SpB. SpB(K)V Dokter Indonesia
Sumber :
http://www.kompasiana.com/patrianef/sebuah-fakta-direktur-bpjs-dokter-di-puskesmas-hanya-pegang-pegang-saja_56f96630f17a613c05398ec8